Postingan

Menampilkan postingan dengan label HUKUM PERDATA

PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

 Ada 3 sebab yang dapat memutuskan perkawinan : 1. Kematian. 2. Perceraian. 3. Putusan Pengadilan (pasal 38 UU No. 1 / 1974 ) Mengenai perceraian, diatur dalam pasal 19 PP No. 9 tahun 1974 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 209. Untuk dapat bercerai harus melalui permohonan ke Pengadilan Negeri. Alasan – alasan perceraian sebagai berikut : 1. Zina, pemabuk, pemadat, penjudi, yang sukar disembuhkan. Zina adalah hubungan kelamin antara seorang laki – laki dengan perempuan di mana salah seorang atau kedua – duanya sudah terikat perkawinan ( pengertian menurut hukum ). Dalam Islam tidak perlu ada klausula terikat perkawinan. Terhadap alasan pemabuk, pemadat dan penjudi sifatnya alternatif bukan kumulatif. 2. Meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut – turut. 3. Mendapat hukuman perjara 5 tahun / lebih. 4. Kekejaman / penganiayaan berat. 5. Cacat badan / penyakit. 6. Perselisihan dan pertengkaran. Pada umumnya alasan No. 6 yang sering dipakai dalam prakt...

KEDUDUKAN ANAK

 Pada hukum perdata, ada 4 macam anak, yaitu : a. anak sah. b. Anak luar kawin. c. Anak zina. d. Anak sumbang. Keterangan : a. Anak sah : anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. ( pasal 42 UU No. 1 / 1974 ). b. Anak luar kawin :   istilah anak luar kawin hanya ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.     Hukum Islam dan Hukum Adat tidak mengenal istilah demikian ini, sebab dalam hukum Islam hubungan kelamin antara laki – laki dan perempuan tanpa perkawinan adalah zina. Dalam hukum adat apabila ayah tidak diketahui maka akan dicarikan bapaknya ( perkawinan tembelan ). Anak luar kawin ada 2, yaitu : 1. Anak luar kawin yang diakui, mempunyai hubungan hukum dengan orang tua yang mengakui. Konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ibu si anak tidak secara otomatis sebagai ibunya, apabila tidak melakukan pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut. Anak luar kawin yang diakui ini juga TIDAK mempunyai hubungan hukum ...

PERWALIAN DAN PEMBAHARUAN DALAM PP NOMOR 29 TAHUN 2019

Selain diatur dalam UU No. 1 / 1974, sama seperti dalam kekuasaan orang tua, ketentuan terkait perwalian masih berlaku , karena PP 9 tahun 1975 belum mengatur. Ketentuan pasal 50 UU No. 1 tahun 1974 ayat 1 “Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali”. Ayat 2 menyatakan perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Perlu diingat bahwa apabila walii hanya ada satu orang wali, sedangkan kekuasaan orang tua pasti ada 2 orang, sehingga apabila salah satu dari orang tua meninggal dunia dii bawah perwalian yang masih hidup. Apabila cerai ( berdasarkan putusan pengadilan ) salah satu dari kedua orang tua tersebut. Ada 3 macam perwalian : 1. Bapak/ ibu yang hidup terlama ( otomatis ) 2. Dengan wasiat 3. Diangkat oleh hakim Tugas  (isi) perwalian sama dengan kekuasaan orang tua, yaitu : 1. Mengurus kepentingan diri anak. 2. Mengurus k...

KEKUASAAN ORANG TUA (OUDERLIJKE MACHT)

Kekuasaan orang tua terhadap anak adalah kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, harta kekayaan anak dan kewajiban memelihara dan memberikan bimbingan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa. Dalam hukum, terutama perdata barat, terhadap anak yang belum dewasa terdapat 2 kemungkinan : 1. anak di bawah kekuasaan orang tua. 2. anak dibawah perwalian. Kekuasaan orang tua menurut UU No. 1 tahun 1974 pasal 47 menetapkan : 1. anak belum berumur 18 tahun. 2. belum pernah kawin. Ada kemungkinan seorang anak baru 16 tahun, namun sudah kawin (melakukan perbuatan hukum) berarti ia cakap melakukan perbuatan hukum meskipun ia tidak termasuk dewasa. Terhadap kekuasaan orang tua ini, B.W. masih berlaku sepanjang tidak / belum diatur ( pasal 66 UU No.1 tahun 1974 ) Kekuasaan orang tua tidak hanya sebatas pada diri anak-anak, tetapi juga terhadap harta benda yang dimiliki oleh anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan sebagai seorang subjek hukum perdata, seorang manusia, bahkan seorang anak yan...

PERJANJIAN PERKAWINAN

Perjanjian kawin dalam UU No. 1 / 1974 hanya diatur secara singkat dalam 1 pasal, yaitu pasal 29. Pasal tersebut hanya mengatur : a. Perjanjian perkawinan dapat diadakan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. b. Perjanjian perkawinan harus tertulis, yang sahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. c. Perjanjian tidak boleh melanggar batas – batas hukum, agama dan kesusilaan. d. Perjanjian kawin berlaku terhadap pihak ketiga setelah perjanjian tersebut disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Sedangkan berlaku terhadap kedua belah pihak, sejak perkawinan tersebut dilangsungkan. e. Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan dengan tegas bahwa perjanjian perkawinan dimaksudkan untuk mengadakan penyimpangan terhadap persatuan harta kekayaan dalam perkawinan ( pasal 139 ). Dengan berl...

HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA

Pada saat ini kita sudah memiliki hukum nasional yang merupakan unifikasi dalam bidang hukum perkawinan, yaitu UU No. 1 / 1974 tantang Perkawinan dan Aturan Pelaksanaannya PP No. 9 / 1975. Dengan berlakunya UU tersebut maka semua peraturan hukum yang mengatur perkawinan sepanjang telah diatur dalam UU No. 1 / 1974 menjadi tidak berlakulagi. Demikian juga Hukum Perkawinan yang diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum Perkawinan tersebut tidak berlaku lagi sepanjang telah diatur dalam UU No. 1 / 1974. Sebaliknya, masih berlaku sepanjang belum diatur dan memang ditunjuk masih berlaku oleh UU No. 1 /1974. Sebelum kita mempelajari materi dari Hukum Perkawinan, maka terlebih dahulu kita harus mengerti definisi tentang perkawinan itu sendiri. Menurut UU No. 1 / 1974 dalam pasal 1 mendefinisikan bahwa : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagaii suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal ber...

KEADAAN TIDAK HADIR ATAU KETIDAKHADIRAN DALAM HUKUM PERDATA (AFWEZIGHEID)

Keadaan tak hadir merupakan hal khusus dalam dunia hukum perdata. Seseorang dikatakan dalam keadaan tak hadir apabila meninggalkan tempat kediamannya sehingga tidak melaksanakan hak – haknya dan menunaikan kewajibannya. Jadi seseorang yang meninggalkan tempat yang agak lama, tetapi telah menunjuk seseorang lain untuk memelihara kepentingannya ( melaksanakan hak dan menunaikan kewajibannya ), tidak dapat dinyatakan sebagai tidak hadir.  Agar dapat dinyatakan dalam keadaan tidak hadir, harus memenuhi unsur – unsur yang ditetapkan dalam pasal 463 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai dasar dari ketidakhadiran, yakni : 1.    Meninggalkan tempat kediaman. 2.    Tanpa memberi kuasa kepada orang lain untuk mewakilinya. 3.    Tidak menunjuk atau memberi kuasa pada orang lain untuk mengatur pengelolaan kepentingannya. 4.    Bilamana pemberian kuasa telah gugur. 5.    Bilamana timbul keadaan yang memaksa untuk menanggulangi pengurusan dar...

DOMISILI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Domisili atau dikenal dengan tempat kediaman, dalam arti hukum adalah tempat dimana seseorang dianggap senantiasa berada / selalu hadir untuk melaksanakan hak – haknya dan untuk menunaikan kewajiban – kewajibannya. Tempat kediaman hukum pada umumnya adalah sama dengan tempat kediaman senyatanya, akan tetapi tidak perlu selalu demikian. Domisili ini penting bagi subyek hukum, karena : 1. Untuk menentukan dimana seseorang harus melakukan perkawinan. Hal ini berhubungan dengan suatu peraturan bahwa perkawinan harus dilaksanakan di tempat salah satu pihak ( Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ).  2. Untuk menentukan dimana subyek hukum harus dipanggil dan ditarik di muka pengadilan.  3. Untuk menentukan Pengadilan mana yang berkuasa terhadap subyek hukum tersebut. Hal ini berhubungan dengan suatu peraturan bahwa pengadilan yang berwenang mengadili seseorang dalam perkara perdata adalah pengadilan dalam wilayah hukum dimana penggugat / tergugat berdomisili ( Pasal 118 ...

BADAN HUKUM (RECHTPERSOON) SEBAGAI SUBJEK HUKUM PERDATA

Selain manusia, pihak lain yang termasuk sebagai subyek hukum adalah badan hukum ( rectspersoon = orang yang diciptakan oleh hukum ), contohnya Negara, Provinsi, PT, CV dan lain sebagainya. Berikut ini adalah pengetian badan hukum menurut para ahli : 1. Utrech badan hukum adalah tiap pendukung hak yang tidak berjiwa (yang bukan manusia).  2. N.E. Algra badan hukum adalah himpunan orang atau bentuk organisasi kepada siapa diberikan sifat subyek hukum secara tegas. 3. Hugo de Groot dan P.A. Stein menyatakan bahwa badan hukum adalah bentukan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri sebagaimana halnya dengan orang – orang pribadi. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak dalam lalu lintas hukum, jadi dapat melakukan perbuatan – perbuatan hukum seperti halnya manusia, misalnya dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat melakukan jual beli, dapat digugat dimuka hakim. Namun perlu dipahami bahwa badan hukum pada dasarnya tidak dapat menyandang hak dan kewajiban (tertentu) ...

MANUSIA (NATUURLIJK PERSOON) SEBAGAI SUBJEK HUKUM PERDATA

Berlakunya manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban ( subyek hukum ) terjadi mulai manusia itu dilahirkan dan berakhir pada saat manusia itu meniggal dunia. Jadi setiap manusia yang dilahirkan hidup dan menjadi subyek hukum dan berkaitan dengan itu mempunyai kewenangan hukum. Hak yang diperoleh karena kelahiran ini menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pedata berlaku surut untuk keuntungan dari janin yang belum lahir ( masih berada dalam kandungan ). Hal ini diatur dalam pasal 2 ( i ) Kitab Undang-Undang Hukum Pedata yang berbunyi : “ Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan apabila kepentingan si anak menghendaki “. Apakah seorang bayi dapat dianggap mempunyai kemungkinan dapat hidup, bukan persoalan. Asalkan pada waktu dilahirkan dia hidup sudah cukup untuk si bayi memperoleh hak – hak dan kewajiban sebagai subyek hukum. Lain halnya bilamana pada waktu lahir dia langsung meninggal dunia, maka si bayi dianggap tidak pernah ada. Hal ini diatur da...

PERKEMBANGAN PEMBERLAKUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK VOOR INDONESIE)

Sumber hukum yang menjadi landasan dalam hukum perdata adalah Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.  Kitab Undang-Undang Hukum Pedata ini berlaku di Indonesia berdasarkan Staatblad No. 23 Tahun 1847 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. Sampai saat ini Kitab Undang-Undang Hukum Pedata ini masih berlaku, menurut pasal II aturan peralihan UUD 1945. Pada saat ini KUH Perdata sudah tidak berlaku penuh sesuai dengan bab – bab dan pasal – pasal pada saat permulaan Kitab Undang-Undang Hukum Pedata tersebut berlaku. Banyak bab – bab, pasal – pasal dan bidang – bidang hukum tertentu dari Kitab Undang-Undang Hukum Pedata yang tidak berlaku karena telah dicabut oleh Perundang – undangan RI. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1963 dengan terperinci menyatakan tidak berlaku pasal – pasal tertentu dari Kitab Undang-Undang Hukum Pedata, yakni pasal – pasal sebagai berikut :  1. Pasal 108. 2. Pasal 110. 3. Pasal 284. 4. Pasal 1238. 5. Pasal 1460. 6. P...

HUKUM PERDATA : PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

Sebelum menguraikan dan mempelajari mengenai hukum perdata, maka perlu bagi para pembaca sekalian untuk terlebih dahulu mengenal dan mengetahui tentang pengertian hukum perdata. Para ahli hukum banyak mengemukakan pendapatnya tentang hukum perdata atau yang lazim juga disebut sebagai hukum sipil ini. Berikut ini beberapa pendapat para ahli hukum tentang definisi hukum perdata atau hukum sipil:  Mr. L.J. Van Apeldorn menyebutkan bahwa Hukum perdata adalah peraturan – peraturan hukum yang mengatur kepentingan seseorang dan yang pelaksanaannya terserah kepada maunya yang berkepentingan sendiri.  Mr. H.J. Hamaker mendefinisikan Hukum sipil sebagai hukum yang pada umumnya berlaku, yaitu yang memuat peraturan – peraturan tentang tingkah laku orang – orang dalam masyarakat pada umumnya  Prof. Mr. E.M. Mejers mengartikan Hukum perdata sebagai hukum yang mengatur hak – hak yang diberikan kepada perorangan ( individu ), yang diserahkan sepenuhnya untuk menetapkan dengan merdeka, a...