Postingan

Menampilkan postingan dengan label HUKUM DAN PERADILAN

KEWENANGAN PENGADILAN MILITER

 Kewenangan mengadili atau kompetensi yurisdiksi pengadilan adalah untuk menentukan pengadilan mana yang berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara, sehingga pengajuan perkara tersebut dapat diterima dan tidak ditolak dengan alasan pengadilan tidak berwenang mengadilinya. Kewenangan mengadili merupakan syarat formil sahnya gugatan, sehingga pengajuan perkara kepada pengadilan yang tidak berwenang mengadilinya menyebabkan gugatan tersebut dapat dianggap salah alamat dan tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan kewenangan absolut atau kewenangan relatif pengadilan. a. Kewenangan Absolut Pengadilan Militer Kewenangan absolut pengadilan merupakan kewenangan lingkungan peradilan tertentu untuk memeriksa dan memutus suatu perkara berdasarkan jenis perkara yang akan diperiksa dan diputus. Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2004, kekuasaan kehakiman (judicial power) yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA) merupakan penyelenggara kekuasaan negara di bidang yudikatif yang dilakuk...

PENGADILAN MILITER

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tidak memberikan definisi secara pasti mengenai Pengadilan Militer dalam ketentuan umumnya. Nomenklatur “Pengadilan Militer” tercantum dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Oleh karena itu, pengertian Pengadilan Militer secara normative tidak dijelaskan. Walaupun demikian, Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer disebutkan bahwa Peradilan Militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Pengadilan Militer adalah Pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraa...

PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PAJAK DAN UPAYA HUKUM ATAS PENYELESAIAN TERSEBUT

Seperti kita ketahui, sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment di mana dengan sistem ini Wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan melunasi sendiri pajak yang terutang. Perhitungan pajak yang terutang ini didasarkan pada ketentuan perpajakan yang berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Dirjen Pajak. Di sisi lain, otoritas pajak, dalam hal ini DJP, diberikan tugas untuk melakukan pengujian dan pengawasan terhadap kepatuhan masyarakat WP terhadap ketentuan perpajakan. Dalam konteks inilah, sehingga  perlu dilakukan pemeriksaan pajak oleh DJP kepada sebagian WP. Hasil pemeriksaan pada umumnya berbentuk surat ketetapan pajak (SKP) di mana SKP ini berfungsi untuk melakukan koreksi atas perhitungan yang dilakukan oleh Wajib pajak atau bisa juga untuk mengkonfirmasi kebenaran perhitungan oleh Wajib pajak. Jenis-jenis SKP ini adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ...

KEWENANGAN DAN KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

Kewenangan Pengadilan Pajak Kewenangan Pengadilan Pajak diatur dalam Pasal 31 dan Pasal 32 UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, yaitu : 1. Dalam hal banding Pengadilan Pajak hanya berwenang memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Pengadilan Pajak dapat pula memeriksa dan memutus permohonan banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sepanjang peraturan perundang-undangan yang terkait mengatur demikian, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 31 Ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002; 2. Dalam hal gugatan, Pengadilan Pajak berwenang memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak, atau keputusan pembetulan, atau keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (2) UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denga...

PENGADILAN PAJAK

 Salah satu perangkat hukum yang memberi jaminan perlindungan hukum atas hak-hak wajib pajak adalah Badan Peradilan Pajak. Untuk memudahkan pemahaman tentang peradilan pajak, terlebih dahulu akan diberikan beberapa definisi tentang peradilan sebagaimana dibawah ini. Menurut Apeldoorn: Peradilan ialah memutuskan perselisihan oleh suatu instansi yang tidak mempunyai kepentingan dalam perkara maupun tidak merupakan bagian dari pihak yang berselisih, tetapi berdiri sendiri diatas perkara, dan menyelesaikan pokok perselisihan dibawah suatu peraturan umum.  Sedangkan peradilan pajak adalah implementasi acara prosedur, proses dan sistem kegiatan pengadilan dalam memutus kasus perpajakan dan konsekuensi hukumnya.  Berdasarkan beberapa pengertian peradilan dari ahli hukum dan unsur-unsur dari suatu peradilan diatas dapat disimpulkan bahwa, pengertian peradilan pajak dalam arti luas adalah suatu proses penyelesaian semua bentuk sengketa pajak, baik oleh pejabat administrasi pajak m...

HAK KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

 Hukum pidana di Indonesia yang berorientasi terhadap pelaku tindak pidana, karena Negara telah mengambil alih seluruh reaksi yang dapat dilakukan korban terhadap orang yang telah merugikan atau menderitakan dirinya. Kerugian dan penderitaan korban telah diabstraktir oleh Negara dan diwujudkan dalam bentuk ancaman sanksi, pidana atau tindakan, terhadap pelakunya.  KUHAP meletakkan dasar humanisme didalamnya sehingga tujuan utama yang hendak dicapai bukanlah ketertiban dan kepastian hukum tetapi perlindungan atas hak asasi seorang tersangka atau terdakwa. Perlindungan hak asasi seorang tersangka atau terdakwa diharapkan dilaksanakan pada setiap tingkat pemeriksaan perkara pidana yaitu mulai dari seorang tersangka ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili di pengadilan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 juga terkandung harapan untuk memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara pidana.   Dalam konteks i...

ANALISIS YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

  LATAR BELAKANG Laporan yang datang dari penjuru mencatat bahwa kekerasan dalam rumah tangga terjadi di segala lapisan masyarakat dari keluarga terpandang sampai keluarga miksin. Pelaku dan korban itu sendiri berasal dari berbagai suku bangsa, ras, agama, kelas sosial, dan tingkat pendidikan yang mana pun. Untuk konteks Indonesia, dimilikinya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, untuk selanjutanya disebut UU PKDRT dapat diharapkan sebagi babak permulaan yang baik bagi upaya untuk mengakhiri kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Seorang ahli dalam hal sociological jurisprudence, Roscoe Pound sangat yakin bahwa hukum dapat digunakan sebagai alat rekayasa sosial ( law as a tool of social engineering ) [1] Walaupun telah diundangkannya UU PKDRT, kasus kekerasan yang dialami perempuan tidak kunjung berkurang, bahkan cenderung bertambah. Catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat jum...