UU MATA UANG : APAKAH LEX SPECIALIS ATAS KUHP ATAU BUKAN?
Untuk mendukung argumentasi penulis bahwa tindak pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang[1] sebagai bagian dari tindak pidana di bidang ekonomi, penulis menggunakan pengertian Tindak Pidana Ekonomi dari Mardjono Reksodiputro. Menurut Mardjono Reksodiputro, Kejahatan Ekonomi (Tindak Pidana Ekonomi-pen) adalah setiap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi dan di bidang keuangan serta mempunyai sanksi pidana.
Dari pengertian yang disampaikan oleh Mardjono Reksodiputro tersebut, maka tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Mata Uang merupakan bagian dari tindak pidana di bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Mata Uang merupakan peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi (karena mata uang merupakan alat transaksi dan alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian)[2], dan bersanksi pidana (Sanksi Pidana diatur dalam BAB X dengan judul Ketentuan Pidana mulai Pasal 33 sampai dengan Pasal 41).
Hal ini diperkuat oleh Laporan PBB ke-VI Tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders (Pencegahan kejahatan dan Penanggulangan Pelaku Kejahatan) di Caracas Tahun 1980. Berdasarkan Laporan tersebut, salah satu identifikasi bentuk-bentuk penyimpangan ekonomi, adalah Pelanggaran peraturan mata uang. Oleh karena itu, tindak pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang sebagai bagian dari tindak pidana di bidang ekonomi.
TINDAK PIDANA DALAM UU MATA UANG TERMASUK LEX SPECIALIS ATAS KUHP
Suatu undang-undang dapat dikatakan sebagai Lex Specialis atau undang-undang khusus apabila memiliki beberapa ciri, yaitu:
- Subjek dan lingkungan yang spesial atau khusus (mengatur hukum materiel yang khusus)
- Penegakan atau hukum acara yang spesial atau khusus (mengatur hukum formiel yang khusus)
Penulis akan membagi pokok pembahasan menjadi dua, yaitu berdasarkan Subjek dan lingkungan yang spesial atau khusus dan penegakkan atau hukum acara yang spesial atau khusus.
- UU Mata Uang memiliki Subjek dan Lingkungan yang spesial atau khusus
Menurut Adami Chazawi, istilah lex specialis haruslah diartikan sebagai tindak pidana specialis, bukan undang-undang specialis. Jelas dari bunyi Pasal 63 Ayat (2) KUHP, sebagai dasar hukum keberlakuan lex specialis. Ayat (2) pasal itu dengan tegas menyebutkan “suatu perbuatan” (een feit) bukan suatu undang-undang (een wet). Suatu perbuatan yang harus diartikan sebagai perbuatan yang memenuhi kompleksitas unsur-unsur tindak pidana alias tindak pidana.[3]
Karena Pasal 63 Ayat (2) KUHP menyebutkan “suatu perbuatan” (een feit) bukan suatu undang-undang (een wet), maka suatu undang-undang memerlukan padanan tindak pidana yang diatur dalam KUHP agar undang-undang tersebut dapat disebut sebagai suatu undang-undang khusus atau Lex specialis. Selain itu, dalam tindak pidana bentuk khusus (lex specialis) terdapat semua unsur tindak pidana bentuk umumnya (lex generalis) ditambah satu atau lebih unsur-unsur khusus. Unsur khusus itulah yang menyebabkan diterapkannya lex specialis.
Berdasarkan pendapat diatas, maka Undang-undang Mata Uang harus memiliki padanan tindak pidana yang diatur dalam KUHP, dan memiliki tambahan satu atau lebih unsur-unsur khusus agar dapat disebut sebagai undang-undang khusus atau Lex specialis.
- Padanan tindak Pidana dalam UU Mata Uang terhadap KUHP
Padanan tindak pidana dalam UU Mata Uang dapat dilihat pada Bab X buku II KUHP dengan judul “Pemalsuan uang Logam dan Uang Kertas”. Berikut beberapa pasal yang mengatur mengenai Pemalsuan uang Logam dan Uang Kertas.
- Pasal 244 KUHP, yang berbunyi :
“Barang siapa yang meniru memalsukan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank itu sebagai asli dan tidak dipalsukan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
- Pasal 245 KUHP, yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas bank yang ditiru atau dipalsukan pada waktu diterima diketahui palsu atau dipalsukan, sebagai mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank asli dan tidak dipalsukan ataupun menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank yang demikian dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dihukum dengan hukum penjara selamalamanya lima belas tahun”.
- Pasal 250 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa membuat atau menyimpan bahan-bahan atau alat-alat yang diketahui bahwa bahan atau barang itu disediakan untuk meniru, memalsukan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas kali tiga ratus rupiah”.
- Unsur Khusus pada Tindak Pidana dalam UU Mata Uang
Untuk dapat menemukan unsur khusus pada tindak pidana dalam UU Mata Uang, maka diperlukan penjabaran unsur pasal KUHP yang mengatur mengenai Pemalsuan uang Logam dan Uang Kertas. Penjabaran unsur pasal KUHP tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
Pasal 244 KUHP, yang berbunyi :
“Barang siapa yang meniru memalsukan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank itu sebagai asli dan tidak dipalsukan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Unsur-unsur Pasal 244 KUHP:
- Barang Siapa : hal ini merujuk pada semua orang tanpa terkecuali.
- Meniru : Merupakan perbuatan membuat sesuatu yang mirip dengan sesuatu yang lain dan yang memberikan sifat asli. Dalam hal ini meniru merupakan membuat mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank yang memperlihatkan sifat aslinya.
- Memalsukan : Perbuatan memalsukan uang terdiri atas pergantian bahan-bahan baku untuk membuat uang asli dengan bahan-bahan yang lebih rendah nilainya.
- Mengedarkan : Ditafsirkan sebagai menggunakan dalam lalu lintas pembayaran. Uang adalah alat pembayaran. Dengan digunakannya uang sebagai alat pembayaran, maka uang itu berpindah tangan ke orang lain dari tangan pembuatnya atau pelaku dan seterusnya.
- Menyuruh mengedarkan : Pelaku menggunakan orang lain sebagai pengedar uang itu, bukan dirinya sendiri.
- mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan : Obyek dari kejahatan ini adalah uang palsu, uang palsu diedarkan seakan-akan uang asli, bukan uang palsu.
Lex specialis dari Pasal 244 KUHP adalah Pasal 34 jo 36 ayat (1) dan (3) UU Mata Uang
Pasal 34 UU Mata Uang
- Setiap orang yang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan promosi dengan memberi kata spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Setiap orang yang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
Pasal 36 UU Mata Uang
- Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
- Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Jika dibuat tabel, maka pengaturan dua undang-undang tersebut akan menjadi seperti ini.
NO | PEMBANDING | PASAL 244 KUHP | UU MATA UANG |
1 | Maksud | mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank itu sebagai asli dan tidak dipalsukan | (1) merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. (Pasal 34 jo Pasal 1 angka 8)(2) dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum (Pasal 36 ayat (1) dan (3) jo Pasal 1 angka 9). |
2. | Tambahan Unsur tindak Pidana yang diatur | Membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu |
Pasal 245 KUHP, yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas bank yang ditiru atau dipalsukan pada waktu diterima diketahui palsu atau dipalsukan, sebagai mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank asli dan tidak dipalsukan ataupun menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank yang demikian dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dihukum dengan hukum penjara selamalamanya lima belas tahun”.
Unsur-unsur Pasal 245 KUHP:
- Barang Siapa : hal ini merujuk pada semua orang tanpa terkecuali
- Mengedarkan : Merupakan perbuatan penggunaan uang palsu didalam peredaran atau penggunaan uang palsu itu sebagai alat pembayaran dalam lalu lintas pembayaran.
- mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank, yang ditiru atau dipalsukan sendiri yang pada waktu penerimaan diketahui palsu atau dipalsukan sebagai mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank asli dan tidak dipalsukan: objek yang ditekankan adalah mata uang palsu, baik yang ditiru atau dipalsukan sendiri maupun yang pada waktu penerimaan (dari orang lain) dan pada saat penerimaan itu, ia mengetahui bahwa uang yang diterimanya adalah palsu.
- Menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia : maksudnya adalah melakukan penyimpanan atau impor terhadap mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank palsu atau dipalsukan di daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank yang demikian: Maksudnya adalah mata uang ditiru atau dipalsukan
- Dengan maksud mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan: mengandung pengertian :
- Perbuatan menyimpan dan memasukkan ke Indonesia dengan sengaja dan bukan dengan atau karena culpa.
- Dalam menyimpan dan memasukkan uang palsu ke Indonesia didorong oleh suatu kehendak untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.
- Ia mengetahui bahwa uang itu tidak asli dan dipalsu.
Lex specialis dari Pasal 245 KUHP adalah Pasal 35 ayat (3) jo Pasal 36 ayat (2), (3), (4), (5), (6), dan (7) UU Mata Uang.
Pasal 35 UU Mata Uang
- Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 36 UU Mata Uang
- Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
- Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
- Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
- Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Jika dibuat tabel, maka pengaturan dua undang-undang tersebut akan menjadi seperti ini.
NO | PEMBANDING | PASAL 245 KUHP | UU MATA UANG |
1 | Bentuk uang | Tidak disebutkan secara spesifik | Bentuk dijelaskan yaitu menyimpan secara fisik dengan cara apa pun (Pasal 36 ayat (2)) |
2 | Tambahan unsur tindak pidana yang diatur | (1) Membawa keluar (Pasal 36 ayat (4))(2) Mengekspor (Pasal 36 ayat (5)) | |
3 | Tambahan objek yang diatur | Rupiah yang dirusak (Pasal 36 ayat (2) |
Pasal 250 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa membuat atau menyimpan bahan-bahan atau alat-alat yang diketahui bahwa bahan atau barang itu disediakan untuk meniru, memalsukan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas kali tiga ratus rupiah”.
Unsur-unsur Pasal 250 KUHP:
- Barang Siapa : hal ini merujuk pada semua orang tanpa terkecuali
- Membuat : Dari bahan baku membuat bahan-bahan atau alat-alat untuk dipergunakan dalam melakukan kejahatan pemalsuan uang. Perbuatan ini sebenarnya merupakan perbuatan persiapan untuk melaksanakan kejahatan pemalsuan uang.
- Menyimpan : Perbuatan menyimpan mempunyai arti yang luas yaitu tidak hanya bahwa seseorang dapat segera menguasai bahan-bahan atau alat-alat itu untuk dapat dipergunakan setiap waktu apabila dibutuhkan tetapi juga apabila bahan-bahan atau alat-alat yang dimilikinya ditaruh ditempat lain.
- Bahan-bahan atau alat-alat : Bahan-naham atau alat-alat harus merupakan sarana dalam melaksanakan kejahatan pemalsuan uang., misalnya stempel sebagai alat cetak.
- Yang diketahui : Pelaku harus mengetahui bahwa bahan-bahan atau alat-alat itu diperuntukkan untuk dipergunakan sebagai sarana dalam kejahatan pemalsuan uang.
- Yang disediakan : Yang disediakan untuk melakukan kejahatan berarti yang dipergunakan sebagai sarana dalam melakukan kejahatan pemalsuan uang. Penggunaan bahan-bahan atau alat-alat itu mempunyai tujuan untuk melaksanakan kejahatan pemalsuan.
- untuk meniru, memalsukan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank: berarti titik tolak dari pasal ini adalah pembuatan atau penyimpanan bahan-bahan atau alat-alat itu diperuntukkan untuk meniru, memalsukan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank.
Lex specialis dari Pasal 205 KUHP adalah Pasal 37 ayat (1), dan (2) UU Mata Uang.
Pasal 37
- Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
- Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup, dan pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Jika dibuat tabel, maka pengaturan dua undang-undang tersebut akan menjadi seperti ini.
NO | PEMBANDING | PASAL 350 KUHP | UU MATA UANG |
1 | Objek yang diatur | Bahan-bahan atau alat-alat | 1. mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak atau alat lain (Pasal 37 ayat (1))2. bahan baku (Pasal 37 ayat (2)) |
2. | Kegiatan yang dilarang | membuat atau menyimpan | memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan (Pasal 37 ayat (1) dan (2)) |
- UU Mata Uang memiliki Penegakan atau Hukum Acara yang spesial atau khusus
Pompe berpendapat bahwa suatu undang-undang dapat disebut sebagai undang-undang khusus atau lex specialis apabila ketentuan yang diatur didalamnya banyak menyimpang dari ketentuan umum hukum pidana. Selain itu, ketentuan tersebut juga menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana yang penting.
Hukum Acara Undang-Undang Mata Uang diatur dalam Bab IX yang berjudul Pemeriksaan Tindak Pidana terhadap Rupiah (Pasal 30 sampai dengan Pasal 32). Dalam Pasal 30 UU Mata Uang diatur secara tegas bahwa “Pemeriksaan tindak pidana terhadap Rupiah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.” Hal ini berarti bahwa Hukum Acara UU Mata Uang adalah Hukum Acara yang Lex Specialis, karena mengesampingkan keberlakuan KUHAP apabila mengatur hal yang sama.
Pasal 30 UU Mata Uang tersebut memberikan pengertian bahwa UU Mata Uang memiliki cara penegakan atau hukum acara yang khusus atau spesial. Kekhususan dari hukum acara pada penegakkan tindak pidana dalam UU Mata Uang dijabarkan sebagai berikut.
- Kepolisian
Kepolisian (dalam hal ini Penyidik) memiliki kewenangan tambahan. Selain kewenangan Penyidik sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, Penyidik juga berwenang untuk membuka akses atau memeriksa dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam arsip komputer, jaringan internet, media optik, serta semua bentuk penyimpanan data elektronik lainnya. Selain itu, Penyidik dapat menyita alat bukti dari pemilik data dan penyedia jasa layanan elektronik[4]
Dalam hal tidak ditemukan adanya hubungan antara data elektronik dan perkara, data elektronik yang dibuka tersebut dihapus, dan tidak dilampirkan pada berkas perkara. Selain itu, Penyidik berkewajiban menjaga rahasia isi data elektronik yang dihapus.[5]
- Pengadilan
Alat bukti pada tindak pidana dalam UU Mata Uang tidak hanya alat bukti sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 184 KUHAP. Namun, Alat bukti dalam perkara tindak pidana dalam UU Mata Uang meliputi[6]:
- alat bukti yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; dan
- alat bukti yang diatur dalam Undang-Undang ini, yaitu:
- barang yang menyimpan gambar, suara dan film, baik dalam bentuk elektronik maupun optik, dan semua bentuk penyimpanan data; dan/atau
- data yang tersimpan dalam jaringan internet atau penyedia saluran komunikasi lainnya.
KESIMPULAN
Dari penjabaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
- Tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Mata Uang merupakan bagian dari tindak pidana di bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Mata Uang merupakan peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi (karena mata uang merupakan alat transaksi dan alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian), dan bersanksi pidana (Sanksi Pidana diatur dalam BAB X dengan judul Ketentuan Pidana mulai Pasal 33 sampai dengan Pasal 41).
- Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang merupakan Lex Specialis atau undang-undang khusus, karena memenuhi ciri dari Lex Specialis, yaitu:
- Subjek dan lingkungan yang spesial atau khusus (mengatur hukum materiel yang khusus)
-
Penegakan atau hukum acara yang spesial atau khusus (mengatur hukum formiel yang khusus)
[1] Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang untuk selanjutnya disebut UU Mata Uang.
[2] Di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Mata Uang disebutkan bahwa “Dalam kehidupan perekonomian suatu negara, peranan uang sangatlah penting karena uang mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai alat penukar atau alat pembayar dan pengukur harga sehingga dapat dikatakan bahwa uang merupakan salah satu alat utama perekonomian.”
[3] Adami Chazawi.2013. Tindak Pidana Pers dalam UU Pers Bukan Lex Specialis. http://hukum.kompasiana.com/2013/04/11/tindak-pidana-pers-dalam-uu-pers-bukan-lex-specialis-550470.html, diakses Senin 8 September 2014 pukul 19.32 wib.
[4] Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Mata Uang
[5] Pasal 32 ayat (3) dan (4) UU Mata Uang
[6] Pasal 31 UU Mata Uang
DAFTAR BACAAN
BUKU
Andi Hamzah.1991. Perkembangan Hukum Pidana Khusus. Jakarta: PT. Rineka Cipta
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang
MAKALAH
Andi Hamzah.2011. Masalah Harmonisasi Horizontal Dalam Hukum Pidana Indonesia (Problems Of Horizontal Harmonization The Case Of Indonesian Criminal Law) .Makalah Training Course For Indonesian Legislative Drafters Directorate-General For Legislation, Jakarta 4 – 7 Juli 2011, hlm. 4, diakses dari google.com
SUMBER DARI INTERNET
Adami Chazawi.2013. Tindak Pidana Pers dalam UU Pers Bukan Lex Specialis. http://hukum.kompasiana.com/2013/04/11/tindak-pidana-pers-dalam-uu-pers-bukan-lex-specialis-550470.html, diakses Senin 8 September 2014 pukul 19.32 wib.
Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS. 2013. Asas Lex Specialis Derogat Lege Generalis. http://alviprofdr.blogspot.com/2013/07/asas-lex-specialis-derogat-lege.html, diakses Senin, 8 September 2014 pukul 17.32 wib.
Komentar
Posting Komentar