UTANG PAJAK DAN SENGKETA UTANG PAJAK

Rochmat Sumitro  menyatakan bahwa pajak sebenarnya utang, yaitu utang anggota masyarakat kepada masyarakat. Utang ini menurut hukum adalah perikatan (verbintenis). Meskipun pajak itu letaknya di bidang hukum publik, tetapi erat sekali hubungannya dengan hukum perdata dan hukum adat. 

Utang Pajak menurut faham formal timbul karena perbuatan fiskus, yakni fiskus menerbitkan SKP. Secara ekstrim, seseorang tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan/ pendapatannya jika fiskus belum menerbitkan SKP. Sedangkan menurut faham materiil utang pajak timbul karena terpenuhinya ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dalam undang-undang.  Timbulnya utang pajak menurut faham materiil secara sederhana dapat dikatakan karena Undang-Undang atau karena tatbestand, yaitu ‘rangkaian dari keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa (baik yang feitelijk, yuridis, persoonlijk maupun zakelijk) yang dapat menimbulkan utang pajak. 

Pada lain pihak teori pemungutan pajak yang lazim dikenal saat ini antara lain adalah : :

a. Teori Asuransi, menurut teori ini warga negara yang mendapat perlindungan negara membayar pajak yang dianalogkan sebagai premi asuransi atas jaminan perlindungan tersebut.

b. Teori Kepentingan, dalam teori ini pembagian beban pajak proporsional dengan kepentingan atau jaminan yang diberikan oleh negara

c. Teori daya pikul, menurut teori ini beban pajak disesuaikan dengan daya pikul masing-masing, baik secara objektif yaitu penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang maupun secara subjektif yaitu berkenaan dengan besarnya kebutuhan materi yang harus dipenuhi.

d. Teori bakti, menurut teori ini sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai kewajiban

e. Teori asas daya beli, teori ini menyatakan, bahwa negara mengurangi atau menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat, dan mengumpulkannya ke rumah tangga negara yang selanjutnya menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat.

Soemitro menyatakan bahwa pajak ditinjau dari segi hukum memberikan hasil yang lain. Tinjauan pajak dari segi hukum, lebih menitik beratkan kepada perikatan (verbintenis), pada hak dan kewajiban Wajib pajak, Subyek Pajak dalam hubungannya dengan Subyek Hukum. Hak penguasa untuk mengenakan pajak, penagihan pajak dengan paksa, sanksi administrasi, maupun sanksi pidana, penyidikan, dan pembukuan. Soemitro mengatakan pajak dilihat dari segi hokum dapat didefinisikan sebagai berikut :Perikatan yang timbul karena Undang-undang (jadi dengan sendirinya) yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat (tatbestand) yang ditentukan dalam Undang-undang, untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara (masyarakat) yang dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Dari pandangan itu dapat dilihat bahwa pajak merupakan sebuah perikatan. Namun perikatan dalam pajak berbeda dengan perikatan perdata pada umumnya, karena beberapa hal, yakni :

a. Perikatan perdata dapat lahir karena perjanjian dan dapat pula lahir karena Undang-undang., sedangkan perikatan pajak hanya lahir karena Undang-undang,  dan tidak lahir karena perjanjian.

b. Perikatan perdata berada dalam lapangan hukum privat sementara perikatan pajak berada  dalam hokum public.

c. Dalam perikatan perdata, hubungan hukum terjadi diantara para pihak yang mempunyai kedudukan yang sama/sederajat, sementara di dalam perikatan pajak, kedudukan para pihaknya tidak sederajat. 

d. Prestasi yang dilakukan oleh Subjek Pajak untuk membayar pajak itu tidak mendapat imbalan langsung yang dapat ditunjukan. Hal tersebut membedakannya dengan retribusi.         

Pengertian Sengketa Utang Pajak

Pasal 29 ayat (1) UU KUP, “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Sebagai produk akhir dan pemeriksaan tersebut, tentu akan diterbitkan surat ketetapan pajak yang bisa berupa kondisi kurang bayar (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/SKPKB) atau kurang bayar tambahan (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan/SKPKBT), lebih bayar (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar/SKPLB) ataupun nihil (Surat Ketetapan Pajak Nihil-SKPN). Namun, tidak tertutup kemungkinan terbitnya SKPLB atau SKPN juga bisa menimbulkan sengketa antara Wajib pajak dengan fiskus. Hal ini bisa terjadi apabila fiskus menertibkan SK.PLB dengan nilai lebih kecil dan nilai SKPLB yang diharapkan Wajib pajak. Menurut ketentuan Pasal I angka (5) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), yang dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan Perundangan-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa. 

BAHAN BACAAN

BUKU

Bahari U.  Pengantar Hukum Pajak, Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2001.

Bachasan Mustafa, Pokok-pokok Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1979.

Bohari, Pengantar Singkat Hukum Pajak,  Jakarta :  Rajawali Persada, 1995.

Erly Suandy, Hukum Pajak Salemba Empat, Yogyakarta, 2000.

Dewi Kania Sugiharti, Perkembangan Peradilan Pajak di Indonesia, cet. 1, Bandung: Refika Aditama, 2005.

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, Jakarta :  Raja Grafindo Persada, 2005.

Munawir, Perpajakan, Liberty, Yogyakarta, 1992.

Rochmat Sumitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Bandung : Eresco, 1990.

Rochmat Soemitro, Masalah Peradilan Administrasi Dalam Hukum Pajak Di Indonesia, Bandung:  Eresco, 1964.

Saadudin Ibrahim dan Pranoto K, Pajak Pertambahan Nilai, Jaya Prasada, Jakarta, 1984.

Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, 2003, Refika Aditama: Bandung

Sudarsono,  Kamus Hukum, cetakan pertama, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta, 2002,

Triyani Budianto, Makalah Seminar tax-ina, 30 April 2005, http://lovetya.wordpress.com/2008/05/19.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat. Jakarta, 2001.

Wiratni Ahmadi, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak (Menurut UU No. 14 Tahun 22 Tentang Pengadilan Pajak), cet. 1, (Bandung: Refika Aditama, 2006).

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Undang-Undang Nomor  28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKUASAAN ORANG TUA (OUDERLIJKE MACHT)

KEADAAN TIDAK HADIR ATAU KETIDAKHADIRAN DALAM HUKUM PERDATA (AFWEZIGHEID)

DOMISILI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA