LANDASAN TEORITIS ATAS PENERAPAN ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI DALAM HUKUM PIDANA

Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generalis,  aturan yang bersifat umum itu tidak lagi memiliki “validity” sebagai hukum ketika telah ada aturan yang bersifat khusus, aturan yang khusus tersebut sebagai hukum yang valid, yang mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa konkrit.[1]

Asas Lex specialis derogat legi generali telah diatur dalam Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, untuk selanjutnya disebut KUHP. Ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP mengatur bahwa: “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.” Pasal 63 ayat (2) KUHP ini menegaskan keberlakuan (validitas) aturan pidana yang khusus ketika mendapati suatu perbuatan yang masuk baik kedalam aturan pidana yang umum dan aturan pidana yang khusus. Dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP terkandung asas Lex specialis derogat legi generalis  yang merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna bahwa aturan yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang bersifat umum (general). Hal ini memberikan akibat hukum bahwa apabila ada aturan pidana yang khusus mengatur suatu perbuatan pidana, maka KUHP harus dikesampingkan keberlakuannya.

Menurut Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H.[2], walaupun dalam tataran penegakkan hukum tetap mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk selanjutnya disebut KUHAP, terdapat dua pembagian atau pengelompokan dalam tataran keilmuan hukum, yaitu:

  1. Undang-Undang Komplementer

Undang-Undang Komplementer adalah Undang-Undang yang digunakan sebagai pelengkap dari KUHP. Undang-undang jenis ini akan melahirkan pengaturan terhadap tindak pidana yang sebelumnya tidak diatur dalam KUHP. Karena tidak diatur dalam KUHP, maka pengaturan tindak pidana dalam undang-undang komplementer tidak pernah menghilangkan ketentuan dalam KUHP.

  1. Undang-Undang Khusus

Undang-Undang Khusus adalah undang-undang yang digunakan dan berlaku khusus, baik terhadap subjek maupun objek tindak pidana. Undang-undang jenis ini akan melahirkan pengaturan baru terhadap tindak pidana yang sebelumnya telah diatur dalam KUHP. Karena telah diatur dalam KUHP, maka pengaturan tindak pidana dalam undang-undang khusus bisa mengesampingkan ketentuan dalam KUHP berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generali. Oleh karena itu, undang-undang khusus dapat disebut pula Lex Spesialis atas KUHP.

Oleh karena itu, tidak semua undang-undang dapat disebut Lex Specialis. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan ketika menentukan suatu undang-undang dapat disebut undang-undang khusus atau lex specialis. W.P.J Pompe, salah seorang yang membuat pengertian tentang hukum pidana khusus (materiel dan formel). Ia menyebut dua kriteria yang menunjukan hukum pidana khusus itu, yaitu orang-orangnya yang khusus, maksudnya subyeknya atau pelakunya yang khusus dan kedau ialah perbuatan yang khusus (bijzonderlijke feiten). Contoh yang pertama ialah hukum pidana militer, karena orang-orangnya yang khusus atau subyeknya yang khusus, yaitu hanya golongan militer. Contoh yang kedua ialah hukum pidana fiscal untuk delik-delik pajak, yang berarti perbuatan menyelundup pajak merupakan perbuatan khusus.[3]

Lebih lanjut, Pompe berpendapat bahwa bukan saja materielnya yang menyimpang dari ketentuan umum hukum pidana (Buku I KUHP), tetapi juga hukum acaranya banyak yang menyimpang dari hukum acara pidana umum (kalau di Negeri Belanda Wetboek van Strafvordering, di Indonesia KUHAP). [4]

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu undang-undang dapat dikatakan sebagai Lex Specialis atau undang-undang khusus apabila memiliki beberapa ciri, yaitu:

  1. Subjek dan lingkungan yang spesial atau khusus (mengatur hukum materiel yang khusus)
  2. Penegakan atau hukum acara yang spesial atau khusus (mengatur hukum formiel yang khusus)

 

[1] Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS. 2013. Asas Lex Specialis Derogat Lege Generalis. http://alviprofdr.blogspot.com/2013/07/asas-lex-specialis-derogat-lege.html, diakses Senin, 8 September 2014 pukul 17.32 wib.

[2] Dr. Nurul Ghufron, S.H.,M.H., catatan perkuliahan Tindak Pidana di Bidang Ekonomi tertanggal 3 September 2014 di Fakultas Hukum Universitas Jember.

[3] Andi Hamzah.2011. Masalah Harmonisasi Horizontal Dalam Hukum Pidana Indonesia (Problems Of Horizontal Harmonization The Case Of Indonesian Criminal Law) .Makalah Training Course For Indonesian Legislative Drafters Directorate-General For Legislation, Jakarta 4 – 7 Juli 2011, hlm. 4

[4] Andi Hamzah.1991. Perkembangan Hukum Pidana Khusus. Jakarta: PT. Rineka Cipta, hlm. 3



 

DAFTAR BACAAN

 

BUKU

Andi Hamzah.1991. Perkembangan Hukum Pidana Khusus. Jakarta: PT. Rineka Cipta

 

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang

 

MAKALAH

Andi Hamzah.2011. Masalah Harmonisasi Horizontal Dalam Hukum Pidana Indonesia (Problems Of Horizontal Harmonization The Case Of Indonesian Criminal Law) .Makalah Training Course For Indonesian Legislative Drafters Directorate-General For Legislation, Jakarta 4 – 7 Juli 2011, hlm. 4, diakses dari google.com

 

SUMBER DARI INTERNET

Adami Chazawi.2013. Tindak Pidana Pers dalam UU Pers Bukan Lex Specialis. http://hukum.kompasiana.com/2013/04/11/tindak-pidana-pers-dalam-uu-pers-bukan-lex-specialis-550470.html, diakses Senin 8 September 2014 pukul 19.32 wib.

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS. 2013. Asas Lex Specialis Derogat Lege Generalis. http://alviprofdr.blogspot.com/2013/07/asas-lex-specialis-derogat-lege.html, diakses Senin, 8 September 2014 pukul 17.32 wib.

 

SUMBER TAMBAHAN

Dr. Nurul Ghufron, S.H.,M.H., catatan perkuliahan Tindak Pidana di Bidang Ekonomi tertanggal 3 September 2014 di Fakultas Hukum Universitas Jember.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKUASAAN ORANG TUA (OUDERLIJKE MACHT)

KEADAAN TIDAK HADIR ATAU KETIDAKHADIRAN DALAM HUKUM PERDATA (AFWEZIGHEID)

DOMISILI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA