KEWENANGAN PENGADILAN MILITER
Kewenangan mengadili atau kompetensi yurisdiksi pengadilan adalah untuk menentukan pengadilan mana yang berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara, sehingga pengajuan perkara tersebut dapat diterima dan tidak ditolak dengan alasan pengadilan tidak berwenang mengadilinya. Kewenangan mengadili merupakan syarat formil sahnya gugatan, sehingga pengajuan perkara kepada pengadilan yang tidak berwenang mengadilinya menyebabkan gugatan tersebut dapat dianggap salah alamat dan tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan kewenangan absolut atau kewenangan relatif pengadilan.
a. Kewenangan Absolut Pengadilan Militer
Kewenangan absolut pengadilan merupakan kewenangan lingkungan peradilan tertentu untuk memeriksa dan memutus suatu perkara berdasarkan jenis perkara yang akan diperiksa dan diputus. Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2004, kekuasaan kehakiman (judicial power) yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA) merupakan penyelenggara kekuasaan negara di bidang yudikatif yang dilakukan oleh lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut Yahya Harahap, pembagian lingkungan peradilan tersebut merupakan landasan sistem peradilan negara (state court system) di Indonesia yang terpisah berdasarkan yurisdiksi (separation court system based on jurisdiction).
Pada pokoknya Kewenangan Absolut dari Pengadilan Militer adalah memeriksa dan memutus pada tingkat pertama tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang pada waktu melakukan adalah:
a. Prajurit;
b. Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit;
c. Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan undang-undang ;
d. Seseorang yang tidak termasuk prajurit atau yang ber-dasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan undang-undang; tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Peradilan militer juga memiliki kompetensi absolut untuk menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana bersangkutan atas permintaan dari pihak dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Namun, batasan kewenangan yang dimiliki oleh Pengadilan Militer. Pengadilan Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang Terdakwanya adalah:
1) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;
2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya "termasuk tingkat kepangkatan" Kapten ke bawah; dan
3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer.
b. Kewenangan Relatif Pengadilan Militer
Kewenangan relatif pengadilan merupakan kewenangan lingkungan peradilan tertentu berdasarkan yurisdiksi wilayahnya, yaitu untuk menjawab pertanyaan “Pengadilan Negeri wilayah mana yang berwenang untuk mengadili suatu perkara?”. Mengajukan gugatan pada pengadilan diluar wilayah hukum tempat tinggal tergugat, tidak dibenarkan.
Kompetensi relatif merupakan kewenangan pengadilan sejenis untuk memeriksa suatu perkara. Menurut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer : Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang :
a. Tempat kejadiannya berada di daerah hukumnya; atau
b. Terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya.
Selain itu, Pasal 11 menegaskan bahwa apabila lebih dari 1 (satu) pengadilan berkuasa mengadili suatu perkara dengan syarat-syarat yang sama kuatnya, pengadilan yang menerima perkara itu lebih dulu harus mengadili perkara tersebut.
Komentar
Posting Komentar