KEKUASAAN ORANG TUA (OUDERLIJKE MACHT)

Kekuasaan orang tua terhadap anak adalah kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, harta kekayaan anak dan kewajiban memelihara dan memberikan bimbingan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa. Dalam hukum, terutama perdata barat, terhadap anak yang belum dewasa terdapat 2 kemungkinan :

1. anak di bawah kekuasaan orang tua.

2. anak dibawah perwalian.

Kekuasaan orang tua menurut UU No. 1 tahun 1974 pasal 47 menetapkan :

1. anak belum berumur 18 tahun.

2. belum pernah kawin.

Ada kemungkinan seorang anak baru 16 tahun, namun sudah kawin (melakukan perbuatan hukum) berarti ia cakap melakukan perbuatan hukum meskipun ia tidak termasuk dewasa. Terhadap kekuasaan orang tua ini, B.W. masih berlaku sepanjang tidak / belum diatur ( pasal 66 UU No.1 tahun 1974 )

Kekuasaan orang tua tidak hanya sebatas pada diri anak-anak, tetapi juga terhadap harta benda yang dimiliki oleh anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan sebagai seorang subjek hukum perdata, seorang manusia, bahkan seorang anak yang masih dibawah umur maupun yang masih di dalam kandungan, dimungkinkan sudah memiliki harta kekayaan sebagaimana yang diatr dalam Pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974, entah karena warisan atau karena adanya hibah untuk anak tersebut dan sebagainya. 

Dasar hukum kekuasaan orang tua adalah :

1. Terhadap kekuasaan orang tua, berdasarkan pasal 66 UU No. 1 tahun 1974 tidak diatur juga oleh PP No. 9 tahun 1975, sehingga tetap diatur oleh B.W.

2. Petunjuk Mahkamah Agung : Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975, yaitu tentang :

a. Kedudukan anak

b. Harta benda

c. Kekuasaan orang tua

d. Perwalian

Kekuasaan orang tua menurut B.W. terjadi kekuasaan orang tua sepanjang perkawinanbapak dan ibu ( pasal 299 B.W. ) . Jadi apabila orang tua cerai, tidak ada kekuasaan orang tua, melainkan di bawah perwalian. Demikian pula, apabila salah satu dari oarang tua meninggal dunia, maka anak di bawah perwalian. Tegasnya, menurut B.W. kekuasaan orang tua berada di tangan orang tua, sedang yang melaksanakan adalah bapak ( pasal 300 B.W. ) .Disamping kekuasaan orang tua terjadi sepanjang perkawinan bapak dan ibu, ketentuan lainnya adalah sampai dewasa dan tidak dibebaskan / dipecat dari kekuasaan orang tua.

Isi kekuasaan :

1. Terhadap diri anak ( orang tua wajib memelihara dan mendidik anak – anak )

2. Terhadap harta benda anak meliputi :

a. Pengurusan ( dilakukan orang tua )

b. Menikmati hasil ( orang tua berhak menikmati hasil atas harta benda tersebut )

Berakhirnya kekuasaan orang tua

1. Pencabutan ( pemecatan ) lihat pasal 319 B.W. pasal 49 UU No. 1 tahun 1974.

2. Pembebasan

Adapun alasannya adalah karena tindakannya terlalu keras, orang tua melanggar kewajiban sebagai orang tua ( pencabutan ) atau apabila orang tua tidak mampu / kurang cakap sebagai orang tua ( alasan pembebasan )

Berdasarkan SEMA Nomor 07 Tahun 2012, tentang akibat perceraian, berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 UUP, dengan adanya perceraian tidak menjadikan kekuasaan orang tua berakhir dan tidak memunculkan Perwalian (bandingkan dengan Pasal 299 KUHPerd), Hakim harus menunjuk salah satu dari kedua orang tua sebagai pihak yang memelihara dan mendidik anak tersebut (Pasal 41 UUP).


BAHAN BACAAN

A. Ichsan, Hukum Perdata , PT Pembimbing Masa, Jakarta, 1967.

A. Pitlo, Hukum Perdata, Cetakan Pertama, Alih Bahasa M. Moerasad dari buku aslinya Korte Uitleg van Enige Burgerlijk Rechtelijke Hoofdstukken-Cetakan ketujuh-1969, Penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1977.

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas – Asas Hukum Perdata, PT Alumni, Bandung. 2006.

Subekti, R,  Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1976.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEADAAN TIDAK HADIR ATAU KETIDAKHADIRAN DALAM HUKUM PERDATA (AFWEZIGHEID)

DOMISILI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA