KEDUDUKAN ANAK
Pada hukum perdata, ada 4 macam anak, yaitu :
a. anak sah.
b. Anak luar kawin.
c. Anak zina.
d. Anak sumbang.
Keterangan :
a. Anak sah : anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. ( pasal 42 UU No. 1 / 1974 ).
b. Anak luar kawin : istilah anak luar kawin hanya ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hukum Islam dan Hukum Adat tidak mengenal istilah demikian ini, sebab dalam hukum Islam hubungan kelamin antara laki – laki dan perempuan tanpa perkawinan adalah zina. Dalam hukum adat apabila ayah tidak diketahui maka akan dicarikan bapaknya ( perkawinan tembelan ). Anak luar kawin ada 2, yaitu :
1. Anak luar kawin yang diakui, mempunyai hubungan hukum dengan orang tua yang mengakui. Konsepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ibu si anak tidak secara otomatis sebagai ibunya, apabila tidak melakukan pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut. Anak luar kawin yang diakui ini juga TIDAK mempunyai hubungan hukum dengan kerabat orang yang mengakuinya ( bandingkan dengan UU No. 1 / 1974 ).
2. Anak luar kawin yang tidak diakui, tidak mempunyai hubungan hukum dengan siapapun.
c. Anak Zina ( Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ) : anak yang dilahirkan dari perbuatan zina antara 2 orang ( laki – laki dan perempuan ), dimana salah satu atau keduanya telah terikat perkawinan. Terhadap anak zina ini, tidak diakui oleh hukum, dia juga tidak mempunyai hak waris.
d. Anak sumbang : anak yang dilahirkan dari perkawinan dua orang yang masih mempunyai hubungan darah yang sangat dekat dimana hukum mereka melarang untuk dikawini. Terhadap anak sumbang ini tidak diakui hukum, seperti halnya anak zina, anak sumbang tidak berhak mewaris.
lantas, Bagaimana terhadap anak luar kawin menurut hukum perkawinan (UU No. 1 / 1974)?
Kedudukan anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Dengan demikian menurut UU No. 1 / 1974, tanpa pengakuan dari ibunya dan keluarga ibunya secara otomatis si anak mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Hal ini BERBEDA dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ketentuan pasal 44 UU No. 1 / 1974 identik dengan pasal 252 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 44 UU No. 1/ 1974 : Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinahan tersebut.
Pasal 252 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Suami boleh mengakui keabsahan si anak, apabila dapat membuktikan, bahwa ia sejak tiga ratus sampai seratus delapan puluh hari sebelum lahirnya anak itu, baik karena perpisahan, berbeda dalam ketakmungkinan yang nyata, untuk mengadakan hubungan dengan istrinya.
Untuk membuktikan asal usul anak, dibuktikan dengan akta kelahiran ( pasal 55 UU No. 1 / 1974 ).
Hak dan kewajiban orang tua dan anak :
Pasal 298 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Tiap – tiap anak, dalam umur berapapun juga, berwajib menaruh kehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya. Si bapak dan ibu, keduanya berwajib memelihara dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa.
Pasal 104 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Suami dan istri dengan mengikat diri dalam suatu perkawinan, dan hanya karena itupun terikatlah mereka dalam suatu perjanjian bertimbal balik, akan memelihara dan mendidik sekalian anak mereka.
Pasal 321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Tiap – tiap anak berwajib memberi nafkah kepada orang tuanya dan para keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, apabila mereka miskin.
Pasal 46 UU No. 1 / 1974
Ayat 1 : Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
Ayat 2 : Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Ketentuan ini merupakan alimentasi nafkah. Undang – undang menentukan pasal ini sebagai perjanjian yang lahir karena undang – mundang. Oleh karena sebagian perjanjian timbal balik antara orang tua – anak, maka apabila dipungkiri dapat menuntut. Kewajiban demikian mempunyai akibat hukum.
Pasal 47 UU No. 1 / 1974 identik dengan pasal 229 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang kekuasaan orang tua.
Pasal 229 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap – tiap anak, sampai ia menjadi dewasa tetap bernaung di bawah kekuasaan mereka, sekedar mereka tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan itu.
Pasal 47 ayat 1 UU No. 1 / 1974 : Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
BAHAN BACAAN
A. Ichsan, Hukum Perdata , PT Pembimbing Masa, Jakarta, 1967.
A. Pitlo, Hukum Perdata, Cetakan Pertama, Alih Bahasa M. Moerasad dari buku aslinya Korte Uitleg van Enige Burgerlijk Rechtelijke Hoofdstukken-Cetakan ketujuh-1969, Penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1977.
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,1991
Subekti, R, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Pradnya Paramita, Jakarta, 2003.
Komentar
Posting Komentar