HUKUM PERDATA : PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

Sebelum menguraikan dan mempelajari mengenai hukum perdata, maka perlu bagi para pembaca sekalian untuk terlebih dahulu mengenal dan mengetahui tentang pengertian hukum perdata. Para ahli hukum banyak mengemukakan pendapatnya tentang hukum perdata atau yang lazim juga disebut sebagai hukum sipil ini. Berikut ini beberapa pendapat para ahli hukum tentang definisi hukum perdata atau hukum sipil: 

  1. Mr. L.J. Van Apeldorn menyebutkan bahwa Hukum perdata adalah peraturan – peraturan hukum yang mengatur kepentingan seseorang dan yang pelaksanaannya terserah kepada maunya yang berkepentingan sendiri. 
  2. Mr. H.J. Hamaker mendefinisikan Hukum sipil sebagai hukum yang pada umumnya berlaku, yaitu yang memuat peraturan – peraturan tentang tingkah laku orang – orang dalam masyarakat pada umumnya 
  3. Prof. Mr. E.M. Mejers mengartikan Hukum perdata sebagai hukum yang mengatur hak – hak yang diberikan kepada perorangan ( individu ), yang diserahkan sepenuhnya untuk menetapkan dengan merdeka, apabila ia akan mempergunakan hak – hak itu, sepenuhnya dapat melulu memperhatikan kepentingan sendiri
  4. Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Hukum Perdata adalah keseluruhan peraturan yang mempelajari hubungan antara orang yang satu dengan lainnya dalam hubungan keluarga dan dalam pergaulan masyarakat. Dalam hubungan keluarga melahirkan Hukum Tentang Orang dan Hukum Keluarga, sedangkan dalam pergaulan masyarakat melahirkan Hukum Benda dan Hukum Perikatan. 
  5. Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen, SH memberikan arti pada Hukum perdata sebagai hukum yang mengatur kepentingan antara warganegara perseorangan yang satu dengan warganegara perseorangan yang lain. 
  6. Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang yang lain. 
Berdasarkan definisi yang ada, terdapat kekurangsempurnaan mengenai definisi hukum perdata. Hal ini dikarenakan dalam definisi di atas, para ahli hukum hanya menyebutkan “orang perorangan (naturlijk person) yang dapat mengadakan hubungan hukum”, sedangkan dalam perkembangannya, terdapat pihak yang selain orang atau yang lazim disebut dengan badan hukum (rechtsperson) yang bisa mengadakan hubungan hukum dalam lingkungan privat. Oleh karena itu, Penulis berpendapat bahwa Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara satu subyek hukum (orang perorangan ataupun badan hukum) dengan subyek hukum yang lain yang menitikberatkan kepentingan privat (pribadi).

Lebih lanjut, istilah hukum perdata dapat diartikan secara sempit dan luas. Hukum perdata secara sempit adalah Hukum Perdata sebagaimana yang tertulis dalam kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPdt) atau yang dikenal dengan Burgerlijk Wetboek (BW) semata, sedangkan hukum perdata dalam arti luas adalah hukum perdata yang tercakup dalam segala hukum pokok yang mengatur mengenai kepentingan privat sehingga hukum perdata dalam arti luas juga meliputi Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau yang dalam Bahasa belanda disebut Wetboek van Koophandel (WVK) dan juga sejumlah peraturan perundang-undangan lain, seperti undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal dan sebagainya.

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, terdiri dari 4 ( empat ) buku dengan rincian sebagai berikut :
1.  BUKU I Bertitle “ TENTANG ORANG “ ( Van Personen ), yang memuat hukum perorangan dan hukum Keluarga.
2.  BUKU II Bertitle “ TENTANG KEBENDAAN “ ( Van Zaken ), yang memuat hukum benda dan hukum waris.
3.  BUKU III Bertitle “ TENTANG PERIKATAN “ ( Van Verbintennissen ), yang memuat hukum harta kekayan yang berkenaan dengan hak – hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang – orang atau fihak – fihak tertentu.
4.  BUKU IV Bertitle “ TENTANG PEMBUKTIAN DAN DALUWARSA “ ( Van Bewijs en Verjaring ), yang memuat perihal alat – alat pembuktian dan akibat – akibat lewat waktu terhadap hubungan – hubungan hukum.
Satu hal yang menarik perhatian adalah, letak hukum waris yang oleh pembuat kodifikasi pada waktu itu, dimasukkan dalam hukum benda yang merupakan bagian BUKU II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Mengenai hal ini, pembuat kodifikasi mempunyai pertimbangan sebagai berikut :
1. Bahwa hak waris itu adalah merupakan hak kebendaan, yaitu hak kebendaan atas “ boedel “ dari orang yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu dianggap sebagai hak kebendaan, jadi diatur dalam BUKU II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
2. Bahwa pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik, sedangkan hak milik sendiri diatur dalam BUKU II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
Berdasarkan pertimbangan di ataslah pembuat kodifikasi memasukkan hukum waris dalam bagian dari hukum benda.

BAHAN BACAAN
Badrulzaman, Mariam Darus ,Kompilasi Hukum Perikatan, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Baringbing, R.E., Simpul Mewujudkan Spremasi Hukum, Pusat Kajian reformasi, Jakarta, 2001.
Kansil, C.S.T., Modul Hukum Perdata, Pradnya paramita, Jakarta, 2006.
......................., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata : Hukum Benda, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, Liberti, Yogyakarta, 2008.
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.
Utrceht, E, Pengantar Dalam hukum Indonesia, cetakan ke sembilan, PT. Penerbitan Universitas, Jakarta, 1965.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKUASAAN ORANG TUA (OUDERLIJKE MACHT)

KEADAAN TIDAK HADIR ATAU KETIDAKHADIRAN DALAM HUKUM PERDATA (AFWEZIGHEID)

DOMISILI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA