HAK DAN KEWAJIBAN KORBAN TINDAK PIDANA

Pada dasarnya hak-hak korban dalam KUHAP meliputi tiga dimensi, yaitu: Pertama, hak untuk mengajukan keberatan terhadap tindakan penyidikan dan/atau penghentian penuntutan dalam kapasitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan (Pasal 109 dan 140 ayat (2) KUHAP). Kedua, hak korban yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai saksi berupa mengundurkan diri berdasarkan Pasal 168 KUHAP dan hak bagi keluarga korban, dalam hal korban meninggal dunia, untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan tindakan polisi untuk melakukan bedah mayat atau penggalian kubur untuk otopsi (Pasal 134-136 KUHAP). Ketiga, hak untuk menuntut ganti kerugian terhadap akibat kejahatan dalam kapasitasnya sebagai pihak ketiga yang dirugikan (Pasal 98-101 KUHAP).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur hak-hak yang dimiliki oleh saksi dan korban. Hak-hak tersebut terdapat dalam Pasal 5 sampai dengan 7, hak-hak tersebut meliputi:

1) Mendapat perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta benda, serta bebas dari ancaman berkaitan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikan;

2) Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan keamanan;

3) Memberikan keterangan tanpa tekanan;

4) Mendapat penterjemah;

5) Bebas dari pertanyaan yang menjerat;

6) Mendapat informasi tentang perkembangan kasus dan putusan pengadilan;

7) Mengetahui jika terpidana dibebaskan;

8) Mendapat identitas dan tempat tinggal baru;

9) Mendapat penggantian biaya transportasi;

10) Mendapat nasehat hukum dan memperoleh biaya hidup sementara sampai batas perlindungan berakhir;

11) Berhak atas bantuan medis dan rehabilitasi psikososial;

12) Hak atas kompensasi;

13) Hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana.

Selain hak korban juga mempunyai kewajiban. Adapun kewajiban korban adalah meliputi hal-hal sebagai berikut. 

1) Tidak melakukan perbuatan main hakim sendiri/ balas dendam terhadap pelaku;

2) Berpartisipasi dengan masyarakat mencegah kemungkinan terjadinya tindak pidana yang sama agar tidak ada korban lagi;

3) Mencegah kehancuran si pelaku baik oleh diri sendiri maupun orang lain;

4) Ikut serta membina si pelaku;

5) Bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi;

6) Tidak menuntut kompensasi yang tidak sesuai dengan kemampuan pelaku;

7) Memberi kesempatan kepada pelaku untuk memberikan kompensasi pada korban sesuai dengan kemampuannya;

8) Bersedia menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya, sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya;

9) Berkewajiban membantu semua pihak yang berkepentingan dalam upaya penanggulangan kejahatan.

BAHAN BACAAN

Andi Hamzah. 1986, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Bandung: Binacipta.

------------------. 1986. Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia, Dari Retribusi Ke Reformasi, Jakarta: Pradnya Paramita.

Arif Gosita. 2009. Masalah Korban Kejahatan, Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Trisakti.

Bambang Waluyo, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban Dan Saksi, Cetakan Pertama. Jakarta: Sinar Grafika.

Carolyn Hoyle and Richard Young. 2002. “New Vision of Crime Victims”, Center for Criminological Research, University of Oxford.

DS. Dewi. 2008. Restorative Justice, Diversionary Schemes And Special Children’s Courts In Indonesia. Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

E. Utrecht. 1994. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.

G. Widiartana.. 2009 Viktimologi: Prespektif Korban dalam Penaggulangan Kejahatan, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

H.R. Abdussalam.2010. Victimology, Jakarta: PTIK.

Hasanudin, Yanggo, Abbas, Arifin, Syaifuddin, Azharuddin, Catur, Dan Thamrin. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.

Howard Zehr. 1990. Changing Lenses : A New Focus For Crime And Justice. Waterloo: Herald Press.

Ida Bagus Paramaningrat Manuaba. 2013. Hak Untuk Melakukan Upaya Hukum Oleh Korban Kejahatan Dikaji Dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia. Denpasar: Universitas Udayana.

Kansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Nanik Widayanti Dan Yulius Waskita. 1987. Kejahatan Dalam Masyarakat Dan Cara Pencegahannya. Jakarta: Bina Aksara.

Romli Atmasasmita. 2011. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Jakarta: Kencana.

Sidik Sunaryo. 2005. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Malang: UMM Press.

Sunarso, Siswanto. 2012. Viktomologi Dalam Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Syarif Fadillah Chaerudin.2004. Korban Kejahatan dalam Prespektif Viktimologi dan Hukum Islam, Jakarta : Ghalia Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEKUASAAN ORANG TUA (OUDERLIJKE MACHT)

KEADAAN TIDAK HADIR ATAU KETIDAKHADIRAN DALAM HUKUM PERDATA (AFWEZIGHEID)

DOMISILI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA